Selasa, 31 Januari 2015.
====
1
"mbariris, jadi kan? udah bangun?" gue chat mbariris, kakak tingkat di kampus gue, anak IlKom, Jurnalistik. karna sekitar 1-2 hari yang lalu (dini hari soalnya) gue mengajak dia hunting pengamen di Jakarta. ya, pengamen. ngga tau kenapa, gue pengen nanya-nanyain pengamen bagaimana pendapat soal apa dan apa.
"udah bangun, mas." kata mbariris.
pagi itu, jam 8 gue janji untuk menjemput mbariris di kosannya, lalu ke rawa buntu buat naik kereta ke Jakarta, anywhere. dia anak Jakarta. dia tau Jakarta. gue engga.
"dhik, kamu berangkat jam 8 kan? anterin Ibu sama kakak dulu ya.." kata nyokap gue yang tiba-tiba buka pintu kamar gue. (ngegeser deng).
"hmm" gue yang bau iler plus ompol itu mengigau.
*ckreek* *bruuum* - montage naik mobil, nganterin nyokap.
"dhik, gimana kalo kamu nungguin kakak dulu di sini, terus nanti anterin kakak ke rawa buntu?" tanya kakak gue yang pagi itu langsung ada 2 urusan.
"hmm" gue yang bau kentut itu menjawab.
---
"mbariris, gue otw sana ya.."
*mbariris not responding*
semakin dekat dan semakin dekat, gue missed call mbariris. mbariris nge-reject telponnya, terus ngechat gue "ketiduran". "gue mandi dulu". yang beberapa momen kemudian gue jawab "mbariris, gue depan ya.." yang langsung dijawab "demi apa" "wait".
mbariris yang menjawab cepat itu gue anggap sebagai orang yang sebentar lagi turun. ternyata benar. 30 menit kemudian dia turun.
mbariris buka pintu mobil dan langsung menempelkan kedua tangannya. dia bersabda "ampun".
"udeh masuk aja.." gue jawab.
kita kerumah gue, karna gue ngga mau bayar parkir mobil di stasiun. *koret* gue ambil motor dan.. kita sampai kepada saat yang berbahagia.
"mas, ada e-money atau semacamnya? biar ngga usah beli tiket.."
"ga" gue meninggalkan dia ke tempat beli tiket.
---
"mau naik kereta yang ini apa yang nanti, mas?" ditanya mbariris yang agak desperate ngeliat kereta penuh.
"yaudahsih kalo gamau yang ini bilang.." gue jawab sensi.
ya, sepanjang jalan kita ngomongin orang. karna ngomongin binatang, virus, bakteri dan organ tubuh terlalu biologis.
'sesaat lagi anda akan tiba di stasiun tanah abang, mohon periksa kembali barang bawaan anda, jangan sampai ada yang tertinggal. pintu yang akan dibuka adalah pintu kanan dari arah datangnya kereta.' yang kemudian dilanjutkan suara mba-mba yang kayanya cantik 'stasiun tanah abang. -- tanah abang station.'.
"mas, ujan.." mbariris ngomong. gue berdoa. hujan reda (ceritanya).
"ayo kita ke kanaaan.." gue memutuskan. kita jalan ke kanan, begitu keluar dari stasiun tanah abang. beberapa ratus meter kemudian, kita menyerah. kita ngga nemu ada mahluk kecil yang memegang ukulele. kita naik angkot. arah sebaliknya, arah kota tua. yang tadinya jalan kaki only takes like 5 minutes, naik angkot ini bisa sampe 15 menit. gapapa, kita duduk. kita ngomongin orang lagi.
oke, gue ngga dapet apa-apa yang menarik di eksplor di angkot ini, akhirnya kita sampai di kota tua. tempat itu becek. converse butut gue udah rembes.
"kok sepi dah.." keluh mbariris yang sangat ngga biasa ngeliat kota tua sepi.
"entahlah.. lebih baik kita ke indomar*t" gue yang haus dan lapar itu ngide.
susu beruang dan roti abon itu mengisi perut gue untuk 4 menit itu.
"makan yuk." gue yang laper duluan itu ngajak makan.
"dimaanaa?" mbariris tanya balik. dia ngeliat gue. gue ngeliat dia.
"ohiya lu ngga tau daerah sini.. oke" dia jalan duluan, gue ngekor.
"disitu aja mau, mas?" dia nunjuk ke suatu pujasera. gue ngangguk. kita jalan.
jam 1an itu, pas banget gue lagi liat hp, nyokap telpon. ternyata dia udah ngechat beberapa kali. gue angkat telponnya.
"halo.."
"dhik, kamu udah sampe di tujuannya belum?" tanya nyokap.
"ini masih di kota tua.. kenapa?"
"Eyang kritis, dhik. ini mau dipesenin tiket pesawat, mau yang jam 5 apa 7 malem?"
gue terdiam.
"kayanya jam 5 bakal susah.. jam 7 bisa.." gue jawab.
"yaudah jam 7 ya.. sampe rumah nanti jam 5 bisa ya.."
"ya bisa.."
gue matiin telponnya.
"mbariris, Eyang gue kritis. nanti kita pulang cepet ya.."
"haah? iih yaudah nanti jam berapa?"
.
.
.
selesai makan itu, kita merencanakan buat nyari pengamen sebentar. kita duduk di tengah-tengah kota tua. tak beralaskan apa-apa. kita ngeliat seorang pengamen kecil, sekitar umur 10 tahun, sedang tuning ukulelenya.
eh salah.
ini yang bener.
'wih boleh juga bocah udah ngerti nyetem' pikir gue. gue melingkarkan kedua jari tengah ke telunjuk gue dan ngomong dalem hati 'ayo sini dek sini dek.' mbariris ikutan.
si adek yang berjarak sekitar 30 meter disana berjalan ke arah kita yang cukup mencolok karna duduk ditengah-tengah.
"ooh Tuhan, ku cinta dia. ku sayang dia, rindu dia, inginkan dia.."~ ya kalian tau ini lagu siapa.
gue ngeluarin handphone dan menyiapkan voice recordernya. selanjutnya, gue mengeluarkan sejumlah 'receh' dan masukin ke gelas yang digantungkan di head ukulelenya. si adek pergi.
"eh dek, sini.. belum nih.." mbariris mengundang kembali. si adek dateng lagi.
"kelas berapa, dek?" tanya mbariris.
.
.
.
obrolan panjang sampai kita dapat informasi yang nggatau bener apa engga, dia umur 13 tahun, tinggal di sekitar Taman Mini, naik bus sendiri ke kota tua untuk mengais rejeki. yang kita juga dapet informasi bahwa penghasilan jadi pengamen di situ ngga 'sedikit-sedikit amat'. kita cerita super banyak sampe dia cerita bahwa dia ketemu Syahrini, Shandy Sondoro, dsb. kita juga dapet beberapa pandangan dia soal kaum-kaum yang berbeda. cara ngomong anak ini sama sekali ngga kaya anak umur 13 tahun. ya, mungkin emang karna temen-temennya ngga pada seumuran di sana.
.
.
.
"mba, udah jam 2. balik yuk.." gue yang beberapa jurus mengganti jam penerbangan, akhirnya berjanji balik jam 3 sampe rumah ke nyokap.
"yuk.."
ya, kita nunggu kereta, naik kereta, transit di kampung bandan, boong ke nyokap, bilang udah di tanah abang dan akan sampe rumah 30 menit kemudian, ternyata di kampung bandan nunggu kereta lama banget. gue ngaku kalo sebenernya baru otw tanah abang.
terus nyokap telpon lagi dan lagi, dan nyuruh gue langsung ke bandara aja. akhirnya gue memutuskan buat naik transportasi online dari tanah abang sampe ke bandara Soekarno-Hatta. yah, it's a long-long road. about 1 hour on a bike, with mas-mas yang gue ngga kenalan, tapi cukup tampan untuk gue ingat wajahnya. terima kasih mas-mas ub*r.
"mas, ini pake e-money gue aja keluarnya, biar ngga kena penalti. tukeran sama tiket punya lu.."
gue super ngga enak disitu yang ngajakin hunting, harus pulang duluan. tapi, apa boleh buat. gue ambil kartu mbariris dan menukarnya dengan kartu kereta. dan menyuruh mbariris pulang sendiri... lalu naik transportasi online lainnya sampe ke kosannya yang berjarak sekitar 11 km.
====
2
"bu, aku udah otw ya.." gue bilang ke nyokap pas gue naik ojeknya.
---
"mas, mau ke bandara?" tanya mas-mas ub*r.
"iya, mas.."
"hafal jalannya ngga? jauh banget ini.." saya ngga hafal.
"waduh.." gue nepok helm, karna jidat gue ketutupan helm. gue sontak ngebuka maps di hp gue yang maps nya super butut. (gue gapake android, nor aipun. satunya lagi).
"Goodbye".. tulisan sans-serif nya hp gue nongol, kode kalo batre abis.
"kamps!!" kata gue dalem lambung, karna gapunya hati.
---
sekitar 40 menit perjalanan, gue nyalain hp gue lagi, gue tau dia masih kasian sama gue.
ya, dia nyala. batre 9%. gue nelpon nyokap. beliau bilang bahwa gue harus ke terminal 1C, blablabla nanti ditunggu siapasiapa, lari!
"masih lama ngga dhik?" tanya nyokap.
"di mapsnya mas ub*r sih 20 menitan lagi.." gue bilang sekitar jam 5 itu..
"oke, ngga papa.." kata nyokap yang super bikin tenang.
---
"yaudah di sini aja mas.."
"okee oke.. wah jauh juga ya.. belum pernah nih saya kesini.." kata masnya.
"hahaha, perjalanan lebih jauh lagi pernah ngga mas?" gue menggoda.
"ngga pernaaah.. ini paling jauh.. haha" kata mas-mas ub*r yang sepanjang jalan itu emang membetulkan posisi pantatnya. dan selalu nanya-nanya orang dimana letak tujuan kita.
---
"HALO DHIK! DIMANA? TAR JANGAN MATIIN!"
"udah di bandara ini.. lagi jalan ke 1C.."
"CEPETAN LARI!!" kata kakak gue.
gue lari, tas gue pegang, karena ransel isi kamera dan lensa sangat ngga enak buat dibawa lari. kunci gue pegang karna pengen gue titipin ke orang yang nganter kakak dan nyokap tadi.
SAMPE.
gue masukin tas, jam tangan, kunci motor, ke kotak yang dilewatkan di tempat pemeriksaan.
"LOH ITU KUNCINYA NGGA DIKASIH?" dia ngomel lagi.
"LUPA" gue yang daritadi di buru buru kesel.
gue naik ke maskapai yang mba-mba pramugarinya pake kebaya putih dan bawahan ungu. iya, gue norak, ini pertamakali gue naik pesawat. sebelumnya, se naik gunung-naik gunungnya, gue naik bus. ekonomi. jadi setiap pergerakan mba-mba pramugari itu gue 'waspadai'. makanan yang dikasih gue liatin terus dulu. setiap gerakan orang sekitar gue cerna, biar ngga keliatan bego-bego amat, karna gue duduk terpisah sendiri dari nyokap, kakak, dan tante gue yang juga ikut.
lepaz landaz. it feels so wow.
landing. wow.
kita berempat langsung pesen taksi setelah ngambil barang bagasi, dsb.. naik ke taxinya yang menuju ke rumah tante gue. dan sampai di rumah tante gue.
karangan bunga dimana-mana. mereka ngga keliatan kaget.
sh*t gue ngga dibilangin kalo eyang gue udah ngga ada. gue masuk ke rumah sodara gue, dan disana sudah terdapat cukup banyak orang di dalam, dan bokap gue yang emang udah di sana dari beberapa hari lalu langsung menawarkan gue untuk melihat isi kain putih di atas meja itu.
ya, wanita tua dengan mata terpejam dan kapas yang menutupi kedua lubang hidungnya.
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. dengkul gue langsung tak kuasa. jantung gue berdegup sangat lambat. oh, God.
malem itu gue selalu mikir lagi.
terakhir gue ketemu beliau, dia bilang mau jadi bintang film buat film gue yang akan datang. gue ngga bisa mengabulkannya. ahhh.. semua terasa begitu.. abu-abu.
====
3
gue baru pulang pagi tadi jam 6 dari semarang. setelah menyiapkan lambung untuk menulis ini, ya, gue siap menceritakan semuanya dengan warna yang tidak terlalu abu-abu.
ini diambil besok siangnya.
sebelum foto ini.
No comments:
Post a Comment